“Makan apa?”
“terserah deh” jawaban wajib setiap kali waktu makan. Karena disekitar
kos memang banyak sekali warung dengan bermacam-macam panganan. Yang membuat
bingung untuk memutuskan akan makan apa kita malam ini.
“kalo di kos ada tv g pake makan juga gpp, pokoknya ada tv dan bisa
liat bola” ujarnya menikmati keterbatasan sarana untuk menonton pertandingan
bola yang entah club mana yang sedang dia tunggu-tunggu.
“aku pulang aja yah! Bentar lagi di mulai tau” dia menambahi
“jangan donk. Bentar banget maennya” entah sudah berapa lama dia
disini, kurasa waktu benar-benar mempermainkan putarannya sehingga terasa
begitu cepat ketika aku bersamanya.
“yuk”
Ku persiapkan diriku pergi makan malam bersamanya. Ku jemput dia yang
sudah siap dengan motornya. Aku naik dan motor di jalankan perlahan. Kami
berkeliling mencari tempat paling tepat.
“mo makan apa sih?” tanyaku.
“kita nyari warung yang ada tv nya. Bisa sekalian nonton kan” jawabnya
santai
Aku mulai mengerti. Mataku berkeliling menelisik warung-warung sepanjang jalan
membantunya menemukan tv yang di pasang di warung untuk di tonton pengunjung
secara cuma-cuma menemani santap malam pelanggan. Kami melewati jalan yang sama
beberapa kali. Ada beberapa warung yang sudah masuk dalam pertimbangan kami
berdua.
“disitu aja yank”
Warung soto ayam dan ayam goreng. ketika aku dan dia datang warung
tidak terlalu ramai. Aku memesan soto ayam dan dia memesan jeroan a yam goreng
dengan sambal tomat dan lalapan. Minumannya es jeruk. Selain tempatnya yang
lumayan bersih, tv nya juga pas tepat berada di depan meja kami sedikit di
atas, mungkin agar pengunjung di meja belakang dapat ikut nonton.
Benar saja, pertandingan baru saja di mulai,
Aku lihat senyum sumringah meliputi wajahnya yang dingin juga tampan.
Bahagia juga menyeruak seketika di hatiku melihatnya puas menemukan yang dia
cari.
“itu yang main, temenku. Dia itu …. Blablabla” dia bercerita dengan
aura semangat dan kebanggaan.
Ku dengarkan setiap bait kalimatnya. Ku dengarkan baik-baik setiap kata
yang keluar dari mulutnya. Ku rekam dalam-dalam suara dan tutur kata yang kian
membuatku tergila-gila pada kekasihku ini. Moment ketika dia berbicara dan
bercerita adalah hal penting yang patut aku abadikan di memori.
Sebenarnya aku ini banyak bicara, tapi entah betapa kelu nya lidah ini
ketika bersamanya. Betapa buta kosakata ketika bersamanya. Dan betapa diri ini
membeku kikuk menentukan sikap, setiap kali bersamanya. Ku rasa aku telah
benar-benar mencintainya. Tak terbatas dunia. Ku nikmati raut nya ketika
bicara, makan, bicara lagi, menatap, dan ketika semangat serta senyum.
Aku tersihir,
Aku buta bola, tapi entah betapa nikmatnya aku menyaksikan bola yang di
perebutkan para pria itu. Aku sendiri tidak tau itu pertandingan bola apa? Club
mana melawan mana?! Channel tv apa?! Dan sudah jam berapa.
“yah yah” aku kelepasan teriak ketika bola meleset dari kaki pemain.
Aku baru sadar bahwa aku di telan suasana. Bodohnya aku, bisa-bisanya aku
begitu memperhatikan pertandingan bola, padahal sebelumnya tidak sama sekali.
Bahkan dia tetap terlihat begitu tenang menikmati santapan dan pandangannya dan
menatapku heran. Ku lihat sekeliling pengunjung pria begitu banyak tapi tidak seheboh
dan se- kelepasan seperti aku tadi. Malu nya aku.
Aku dan dia – kita berlama-lama makan di depan tv. Seakan enggan pulang
atau mengantarku kembali ke kos sekalipun.
“ngapain ngeliatin aku?” kalimatnya seakan menodongku. Aku gelagapan
tapi mataku yang beberapa saat tadi memperhatikannya ku usahakan tetap tenang.
“liat doank g boleh” manyun sesaat memecah tegang. Aku menikmatimu
sayang. Betapa malam penuh warna bersamamu mencari warung yang ada tv nya.
Menikmati semangkuk soto dengan menonton pertandingan bola. Dan memandangimu
menikmati makanan dan hobimu.
Piringmu sudah kosong. Kita akan segera pulang setelah ini. Kamu takut
ketinggalan kelanjutan pertandingan bola, tapi aku takut kamu pergi dari
pandanganku setelah ini.
“jangan pulang dulu ya :(
“ beberapa saat setelah sampai di kos
“lah, ya keburu selesai bola nya. Enggak pulang deh. Aku mo nonton sambil
ngopi aja. Ikut nggak?” dia tawarkan beberapa waktu lagi bersamanya. Aku tau
ini sudah larut malam, tapi sudahlah, aku memang sudah gila.
“ikutt”
“ok, yuk. Buruan”
Motor kembali berjalan, perlahan berhenti di dekat persimpangan jalan,
seperti angkringan dengan warung kopi dan tv mini di atas pagar tembok pinggir
jalan yang di tonton banyak mata.
“nemu tv kan :)) ”
senyumnya kembali. Kami pesan 2 cangkir kopi dan kembali menikmati bola dalam
tv yang benar-benar kecil, di tengah dingin angin malam, dan para laki-laki
penikmat bola di sekitar. Ini yang pertama kali sayang. Tidak akan ada malam
seperti ini tanpamu.
“eh kamu mau empek-empek g?”
“enggak ah. Kenyang”
“aku beli ya” sudah lah. Beli saja. Nyamankan dirimu asal kamu tetap
disini. Bersamaku.
Sesekali ku sandarkan kepalaku di bahunya.
“mau?” di sodorkannya empek-empek yang di makannya dari ujung plastik
itu padaku.
“enggak”
Gol, tendangan, drible mewarnai ekspresinya. Yang aku nikmati tak
terlewat 1 jengkal pun.
Tidak masalah aku buta bola, tidak masalah keliling mencari tv, tidak
masalah malam dengan angin dinginnya, tidak masalah tak ada seorang gadispun
kecuali aku, tidak masalah besok harus mengantuk di kantor karena kopi yang
membuat mata melotot semalaman. Semua hal aneh menjadi maklum. Hingga waktu
benar-benar membuatnya harus mengantarku kembali pulang. Dan dia pulang.
Ku tatap dia menunggangi motornya menjauh sampai hilang dari pandangan, baru aku berjalan masuk
dalam kamar.
Aku dekap ponsel beberapa saat, dan ku kirim pesan singkat sekiranya
dia telah sampai di rumahnya dengan selamat.
“udah sampe rumah” balasnya.
Tidak ada hal yang terlupa. Aku ceritakan semuanya kepada Tuhan.
Tentangnya. Semuuuua tentangnya. Tuhan yang paling tau bagaimana rasa ini
tumbuh hingga penuh dengan bunga dan kupu-kupu yang menyesakkan dada. Ku
titipkan dia pada Tuhan untuk keselamatannya, kebahagiaan dan ketentraman hati
nya juga keluarganya.
Tak ada detik tanpa ingatan tentangnya. Ketika bersama, sendiri, ketika
dulu, ketika sekarang. Ketika tak ada lagi hari bersamanya. Ketika tak ada lagi
detik tentang kita. Ketika sekarang ini aku menulis tentangnya. Cinta masih
tetap sama. Masih tetap menggebu. Masih tetap sadar betapa dinginnya dia
kepadaku. Benar-benar dingin. Hingga hatiku membeku hanya untuk dirinya, saja.
Yang tersayang. Mr. Ice
0 komentar:
Posting Komentar