Welcome

Let's Imagine With Me (Chery_Moon / e.k.Rahadian)

You Can View All Of Your Life

Istana Cerpen

cerpen kompas

SEDERHANA

Selasa, 23 Juli 2013



                Kali ini dia mengencani ku masih dengan memakai sepatu kanvas dan jins yang sepertinya itu jins yang dia pakai seharian di kampus tadi. Aku jadi kesal setiap kali berjalan dengannya. Aku selalu ingin tampil cantik di depannya, agar dia tidak malu ketika berjalan denganku. Dan dia seperti tidak memperdulikan penampilannya sendiri ketika bersamaku.
“seharian kamu nggak pulang ya?” sindirku.
“pulang. Aku taruh kanvas dan cat di kamar. Setelah itu mandi dan menjemputmu”
“ooo kamu sempat mandi” selidikku.

Ini bukan kencan aneh kali pertama. Yang ku tau, dimana-mana semua pasangan akan mempersembahkan penampilan paling keren dan paling cantik ketika berkencan. Mungkin hanya aku satu-satunya gadis yang kurang beruntung karena pacarku tidak bisa berpenampilan yang pantas ketika bersamaku.
Malam ini aku dan Viga hanya berjalan-jalan saja di taman kota. Sekedar berbincang tentang acara ulang tahunku minggu depan. Aku yang lebih banyak bicara, sedangkan Viga, tetap seperti biasa. Hanya membumbui argumen ku saja, hingga dia mengantarkan aku pulang sampai rumah.
“cepat bersihkan badanmu dan pergi tidur. Jangan begadang karena aku tidak akan manemanimu”
“kamu hati-hati di jalan” jawabku ketus. Viga langsung pulang setelah berpamitan dengan mama.


Aku bersihkan badan dan langsung rebahan di ranjang. Aku tidak habis fikir. Bisa-bisanya aku berpacaran dengan cowok seperti Viga. Bukannya menyesal berpacaran dengannya. Toh dulu aku selalu menginginkannya jadi pacarku. Tapi kenapa dia tidak bisa seperti pacar teman-temanku yang selalu terlihat keren ketika mereka bersama. Sedangkan Viga, selalu terlihat .... huh ... aku membencinya.

Jam 08.00, aku harus segera ke kampus menemani Viga mempersiapkan Exhibition lukisan karya anak-anak seni rupa. Aku tidak ingin terlambat. Ah, aku pakai baju yang mana ya? Serasa seisi lemari tidak ada yang bagus. Aku pakai tas yang mana ya ? uuhh tas-tas milikku juga tidak ada yang bagus. Aku baru sadar, apa setiap hari aku pakai asesoris dan tas-tas jelek ini ???
Ah, kenapa aku heboh, ini kan hanya acara pameran lukis saja. Mungkin pacarku tetap berpenampilan seperti Viga yang biasanya. Aku yakin pasti tidak ada yang berubah dengan penampilannya hari ini. Aku berani bertaruh.

“sepertinya tadi pagi kamu buru-buru, kok sekarang santai-santai ??” Mama menyelidik
“bad mood ma”
“datanglah ke acara Viga dengan bersuka cita. Dia akan kecewa kalau melihat mu tidak bersemangat seperti ini di acara istimewanya” papa berdalih

Hmm seperti biasa, papa selalu membela Viga apapun keadaannya. Ketimbang membelaku. Entah apa yang sudah di berikan Viga pada papa. Entah apa yang di lihat papa dari Viga. Seperti nya papa yang telah jatuh cinta pada Viga. Ah.. menyebalkan.

Pagi ini aku memakai setelan dress selutut, tas tangan dan sepatu warna pastel dengan sedikit hak. Aku ingin memberi kesan sedikit formal tapi tetap santai. Karena ini acara untuk umum dan di mulai pagi hari.

“Viga”
“hai... kamu cantik hari ini”
“aku selalu cantik setiap hari” jawabku, sambil mataku menelanjanginya dari bawah ke atas. Benar-benar. Aku gemas melihatnya. Ini kan acara istimewanya. Disini lukisan-lukisannya di pamerkan. Seharusnya dia bisa menghargai dirinya dengan berpenampilan lebih rapi jika dia ingin di hargai juga sebagai anak seni rupa. Seorang seniman. Tidak seperti ini. Jins yang robek di bagian lutut dan kemeja motif kotak-kotak yang dia pakai 2 hari yang lalu. Apa dia tidak punya kemeja lain ??
Untung aku tidak berpenampilan heboh pagi ini.

“Mama dan papa akan kesini. Melihat lukisan-lukisanmu. Kalau-kalau papa tertarik, akan di beli”
“bilang saja papa suka lukisan ku yang mana, akan aku berikan untuknya. Tidak usah di bayar”
“ah, sok sok an banyak duit. Kalo papa mau bayar ya terima aja. Kan lumayan bisa untuk beli jins baru atau kemeja baru. Jangan di habiskan hanya untuk beli kanvas dan cat aja”
“ok, terserah kamu aja” jawabnya santai. Seperti tidak merasa sudah aku sindir.

Menjelang hari terakhir sudah beberapa lukisan Viga terjual. Tapi dia tidak mau menjual dengan harga tinggi. Padahal lukisannya terbilang bagus. Bahkan papa jatuh cinta dengan beberapa lukisan Viga, tidak hanya satu. Aku heran melihat mereka berdua. Bagaimana bisa papa bisa senyaman itu dengannya.

“Besok datanglah lebih awal. Jangan telat ya”
“aku usahakan selalu tepat waktu. Aku sudah janji padamu sejak minggu lalu, kan”
Diluar pandanganku dari penampilannya. Aku selalu dan selalu menyukainya. Kata-katanya yang tulus dan polos. Yang seperti mengikat amarah apapun. Yang selalu ada dan selalu baik.
“ayo ke depan. Aku carikan taxi untukmu. Langsung pulang saja. Sudah sore. Jangan buat papa mama mu khawatir”
“daaaah”

Aku mendapat taxi, dia membalas dengan senyumannya yang selalu menawan.

Sudah beberapa jam aku berkutat dengan diriku di depan cermin. Mama masih sibuk untuk membuatku terlihat istimewa di acara istimewaku tahun ini.
“Ara, anak mama benar-benar cantik”
“terimakasih ma. Ini berkat mama juga” aku tersipu di depan cermin. Mama tidak salah, aku benar-benar berkilau malam ini. Entahlah, mungkin sedikit berlebihan, secara ini hanya pesta ulang tahun, bukan pertemuan formil dengan dekan kampus. Tapi aku menyukai dandanan mama untukku.

Aku keluar ke ruang acara. Beberapa tamu sudah berdatangan. Bergantian menyalamiku dan memberikan kado warna warni yang cantik. Aku senang sekali. Mereka memuji dandananku yang selalu cantik. Ini berkat mama. Aku harap Viga mengimbangi ku malam ini.

“Araa”
Suara itu! Viga. Aku mencari cari ke arah datangnya suara. Pacarku datang dan ...
Viga terpaku beberapa saat menatapku,
“selamat ulang tahun ya sayang. Semoga segala sesuatumu selalu berbarokah”
“terimakasih” jawabku singkat
Dia membawa bingkisan persegi panjang. Pasti itu lukisan. Sudah bisa di tebak. Bahkan semua orang disini akan tau kalau dia salah kostum. Selalu kacau. Sepatu kanvas nya tidak ia cuci. Ada bercak cat disana sini. Jins nya bukan robek di bagian lutut, tapi seperti jins tidak pernah di cuci. Warna nya nggak ngetan nggak ngulon. Buluk. Aku kecewa. Dia benar-benar tidak menghargai aku dan acaraku. Dia tidak berubah sedikitpun. Masih sama seperti Viga yang aku lihat di kampus setiap hari. Yang selalu pakai baju yang sama. Aku malu sekali ketika semua mata menatap kami berdua.  Sangat tidak seimbang. Percuma aku berdandan berjam jam untuk terlihat cantik, sedangkan pacarku sendiri tidak berubah sedikit pun.

Setelah acara di akhiri, aku tidak menghampirinya sama sekali. Ia masih asyik berbincang dengan papa di sudut ruangan. Heran, pake pelet apa sih, bahkan papa tidak pernah terganggu oleh penampilannya. Sedikitpun.

“Ara, aku ingin bicara”
“pulanglah sudah malam”
“kemarilah, ada yang ingin aku bicarakan denganmu”
“apa lagi. Aku bosan. aku kesal dan kecewa” aku cemberut.
“duduklah”
Aku menurut saja perintahnya. Kami duduk di ayunan halaman rumah dekat pagar. Sebentar kami terdiam dan aku mulai kesal.
“aku membencimu Ga”
“bukankah aku pacarmu, seharus nya kamu menyukaiku bukan membenciku”
“kamu tau kenapa sedari tadi aku menjauhimu? Ya karena kamu Ga, kamu ini kenapa tidak pernah melihat sikon sih. Ini pesta ulang tahun pacarmu, bukan acara kampus atau sekedar kumpul bareng anak-anak di kantin. Juga bukan pelajaran melukis di kelas seni rupa. Aku tau kamu seniman yang ingin menunjukkan kebebasan diri. Tapi apa harus seperti tadi? Kamu nggak bisa lihat, tapi aku dan teman-teman lain yang menyaksikan betapa mencoloknya penampilan kita malam ini”
“kamu kecewa dengan penampilanku? Berarti setiap hari kamu ...”
“tidak hanya kali ini aja. Selalu Ga, di setiap kita kencan, setiap acara kita bersama. Kamu seperti nggak menghargai aku Ga. Penampilanmu seperti tidak bernilai”
“Ara! Nggak nyangka kamu ngomong seperti itu. Aku pikir kamu menyukai aku yang biasa. Ternyata kamu menginginkan aku menjadi seperti pacar teman-temanmu yang lain. kamu mengharapkan aku yang berbeda”
Viga berdiri, dia menggandeng tanganku dan mengantarku masuk rumah. Seketika ia berpamitan dengan mama dan papa tanpa memandangku dia meninggalkan rumah.

Aku menangis. Aku menterornya, menghakiminya. Kenapa jadi aku yang merasa tersinggung dan sakit hati. Viga pergi begitu saja. Ya Tuhan apa yang sudah aku lakukan padanya.

Berhari hari setelah malam itu, aku seperti tidak punya pacar. Viga tidak pernah menghubungiku lagi. Tidak pernah terlihat di kampus, tidak pernah bermain catur lagi dengan papa di teras rumah.

“Ara, ada masalah apa kamu dengan Viga?”
“entahlah Pa, Viga meninggalkanku begitu saja”
“cari dia. Kenapa kamu tidak melihat betapa istimewanya Viga”
“apa yang papa lihat darinya?”
“sederhana. Laki laki yang apa adanya tapi smart. Saran papa sih jangan di lepas”

Oh, itu alasan kenapa papa begitu menyukai Viga. Sederhana tapi istimewa. Ya, aku sadar. Sepertinya aku yang terlalu sok perfecsionis, sehingga menyebabkan penampilan kami begitu tidak berimbang. Aku baru sadar, dia begitu fokus dengan kuliah dan keluarganya. Mana sempat dia mengurusi penampilan kalau uang sakunya saja habis untuk keperluan kuliah, makan setiap hari dan belum lagi biaya kos. Betapa bodohnya aku sudah menghakiminya sedemikian.

3 hari, 5 hari, 10 hari sudah kami tidak ada kontak sama sekali. Aku sakit. Sedih. Sendirian Dan merindukan pacarku. Dimana dia sekarang... L

Ting tong !!
Jam 9 malam. Pasti mama dan papa sudah pulang.
“langsung masuk aja maaa, pintunya nggak aku kunci” aku berteriak, karena malas bangun dari sofa.
Aku dengar pintu di buka, dan suara seseorang masuk.

“hei”
“Viga!!” aku terkaget. Dia datang. Tanpa bilang terlebih dulu? Dia datang? Menemuiku?? Ya ampun. Aku berantakan!!! Tanpa pikir panjang aku berlari ke kamar dan mengumpet
“Araaa! Ngapain masuk kamar sih. Nggak kangen apa”
“ngapain kesini”
“ya menemuimu. Masak apelin papa. Keluarlah. Aku bawakan milkshake coklat untukmu. Ayo kita ngobrol-ngobrol sebentar. Setelah itu aku segera pulang”
Bodohnya pacarku ini. “Sebentar” dia bilang ? apa dia tidak tau betapa kangen nya aku.
Kami duduk di sofa depan tv. Dia benar-benar membawa milkshake coklat. Dan sekantong belanjaan.
“aku dengar kamu sakit. Udah baikan?”
“udah”
“bagus”
“bagus??”
“ya bagus. Berarti aku obat mujarab. Hahaa” dengan PD nya lidahnya berkilah.
“kamu kemana aja? Papa kangen”
“papa atau kamu yang kangen??”
“aku lebih kangen lagi”
“ini!” di berikannya kantong plastik itu. Aku buka. 2 pasang kemeja dan jins baru
“kamu belanja baju?”
“aku tidak ingin mengecewakanmu. Kamu suka??”
“astaga! Lupakan perkataanku kemarin. Aku tidak lagi menginginkan kamu seperti sempurnanya pacar teman-temanku. Kamu nggak perlu berusaha mengimbangiku lagi. Maafkan aku. Kamu sudah cukup istimewa dengan menjadi diri mu sendiri. Aku menyukaimu apa adanya kamu. Seperti apa yang papa lihat dari kamu”
“aku mendapat job melukis beberapa waktu lalu. Honornya aku kirimkan untuk ibu di rumah dan sisanya untuk beli baju ini dan milkshake yang kamu minum itu. Ada satu lagi. Ini ayam bakar untuk makan malamku”
“ayam bakar?”
“iya. Bukalah”

Malam itu kami makan nasi ayam bakar sebungkus berdua. Dia membagi nasinya sama rata. Tapi dia berikan potongan ayam yang besar untukku. Aku tau, dia harus pintar-pintar mengatur keuangannya. Harus hemat dan tidak perlu neko-neko.
“kamu lapar?”
“he.em”
“tau gitu tadi aku beli dua”

Papa benar,
Viga istimewa, dan aku tidak akan melepasnya begitu saja. Aku mencintainya. Kini aku benar-benar menyukai apa adanya ia.

0 komentar:

Posting Komentar

 

Lorem

Ipsum

poem (20) last (8) imagine (4) miss u (4) tentang hujan (4) Arum Manis (2) flsh back (2) hope (2) dulu (1) duluu sekali (1)

Dolor

poem (20) last (8) imagine (4) miss u (4) tentang hujan (4) Arum Manis (2) flsh back (2) hope (2)