Welcome

Let's Imagine With Me (Chery_Moon / e.k.Rahadian)

You Can View All Of Your Life

Istana Cerpen

cerpen kompas

You and Me @ First Sight

Kamis, 18 November 2010

Awal Persahabatan untukku dan untuknya     “Ah, ada,” gumamku sambil melongok ke dalam perpustakaan. Lagi – lagi Risa di sana, duduk di dekat jendela tengah ruang baca di perpustakaan sekolah. Sudah hampir 3 bulan aku mengenalnya dan sekelas dengannya. Namun, jangankan akrab, bicara saja hampir tak pernah. Dia juga jarang berbicara pada orang lain. Entah dia memang pendiam, pemalu, atau bahkan tak peduli. Yang kutahu, dia hanya bicara jika orang lain memulai duluan, itu pun tidak selalu. Banyak juga sih, yang bilang dia menyebalkan. Tapi kupikir lebih baik melihat sendiri seperti apa dia sebenarnya.
Kembali ke tujuan awalku, aku masuk ke perpustakaan dan menghampirinya. Kulihat, dia sedang membaca buku yang lumayan tebal untuk ukuran anak SMA. Wow, orang macam apa yang pagi hari datang ke sekolah dan langsung menuju perpustakaan untuk membaca buku seperti itu?
“Hai, Risa. Met pagi!” aneh rasanya, padahal biasanya aku tak pernah menyapanya.
“...ada apa?” dia menjawab, atau lebih tepatnya, bertanya. Sepertinya dia menyadari ’maksud lain’-ku karena tidak biasanya aku menyapanya.
”Eh... gini, nih... kemarin kan Pak Karno ngasih PR matematika, tuh... buat hari ini.... Nah, kemarin tuh aku sibuk ekskul... jadi...,”
”Kamu mau nyontek PR-ku?” tanyanya memotong kalimatku. Ugh, aku merasa suasananya menjadi tidak enak. Tapi tetap saja aku mengangguk, mengiyakan.
Risa melihat jam tangannya dan bertanya lagi, ”Matematika masih nanti siang, kan?”    ” Heh? Iya, sih?”
”Bukannya kamu masih bisa ngerjain istirahat pertama nanti? Atau daripada buat nyari contekan mending kamu kerjain sekarang kan?”
Aku terdiam, tak tahu harus merespon seperti apa. Tak lama kemudian, Risa berdiri, mengembalikan buku yang baru saja dibacanya, dan keluar.

***
Aku heran, kenapa selalu ada orang yang minta nyontek tugasku? Baik tugas untuk di sekolah, maupun PR. Memang sih, kuakui, nilai – nilaiku lebih bagus dari yang lain, tapi bukan berarti boleh nyontek gitu aja kan?
Hal – hal seperti itulah yang kupikirkan saat ada orang yang minta nyontek tugas – tugasku. Bukannya aku nggak mau membantu, hanya saja mereka selalu meminta tanpa berusaha dahulu. Aku nggak suka itu. Ditambah lagi, tugas – tugas itu kan tugas individu. Aku mengerjakan semuanya untuk aku sendiri, bukan untuk dibagi – bagi.
Sesampainya di ruang kelas, aku masuk dan duduk di tempat dudukku. Tempat di mana aku bisa mendapat ketenangan. Sekalipun seisi kelas ribut, aku tetap bisa mendapat ketenangan dengan melihat ke luar jendela. Inilah mengapa aku lebih suka duduk di samping jendela.
“Makanya bantuin aku dong, Ri...,” dari luar, terdengar suara yang sangat kukenal. Itu suara Rara. Memang, Rara bukanlah ketua kelas atau anggota pengurus kelas lain yang terkenal, tetapi Rara sangat sering berbicara dan bermain – main di kelas sehingga aku bisa hapal dia. Sebagai tambahan, Rara adalah cewek yang minta contekan PR matematika kepadaku di perpustakaan tadi.
Dari perkataannya, aku bisa tahu ia sedang bersama Rio, pacarnya. Pilihan bagus, minta tolong pada pacarnya yang tak mungkin menolak memberi contekan. Kadang – kadang aku heran, bisa – bisanya orang yang manja dan malas seperti Rara bisa mendapat pacar yang rajin seperti Rio.
“Please banget, Rio... ya? Ya?” sekali lagi, Rara memohon pada Rio.     “Haah... yah... oke, deh...,” jawab Rio. Benar kan kataku, Rio tak mungkin menolak.
“Hore!! Rio baik, deh! Ntar istirahat aku pinjem bukumu ya!”
Dan tepat saat Rara berhenti bicara, bel masuk berbunyi. Rio berjalan ke kelasnya, dan Rara masuk ke dalam kelas. Beberapa saat kemudian, guru masuk dan kelas  dimulai.

***
      “Yang bener aja, Ri. Masa’ dia ngomong kaya gitu coba?!” aku berteriak pada Rio.
“Iya, Raa.... Kamu udah ngomong sampai tiga kali. Terus jangan pake teriak kenapa?” protes Rio.
“Lah... toh lagi jam istirahat... orangnya juga lagi di perpustakaan kok...,” jawabku santai sambil menyeruput es kopi kesukaanku.
“Ya paling nggak jangan ngomel – ngomel terus.... Memang dia bakal berubah kalo kamu ngomel – ngomel terus? Toh kamu juga dah dapet contekan...,”
“...,”
 akhirnya aku diam. Sejujurnya, aku masih sebal dengan sikap Risa tadi pagi. Tapi Rio juga benar sih, sekalipun aku ngomel – ngomel terus Risa tak mungkin akan berubah jadi lebih baik. Yah... mungkin kali ini aku lebih baik mengalah. Aku juga seenaknya sih, minta – minta contekan padahal aku bukan teman akrabnya.
“Tapi kenapa sifatnya kaya gitu ya, Ri?”
“Raraa, Rara... yang namanya manusia itu pasti punya sisi baik dan buruk,” mulai lagi deh, ceramahnya Rio, “Orang yang nyebelin sekalipun, kalo kamu kenal dia dengan baik, pasti kamu bisa tau sisi baiknya,”
Berarti Risa juga bisa jadi baik tuh? Pikirku dalam hati. Tapi kalo bener, sisi baik Risa seperti apa ya? Aku jadi penasaran.... Apa lebih baik aku coba untuk lebih mengenalnya, ya?

***
      Seperti biasa, pagi ini aku di sini. Duduk di dekat jendela tengah ruang baca di perpustakaan. Tidak seperti anak lain, aku lebih memilih berdiam di perpustakaan daripada mengobrol dengan anak lain. Bukannya aku anti sosial, hanya saja aku tak tertarik dengan apa yang mereka bicarakan dan aku juga tak punya hal menarik untuk diceritakan.
Lima belas menit sebelum bel masuk berbunyi. Aku berdiri, berjalan keluar dari perpustakaan menuju ruang kelas. Aku melihat ke sekeliling. Kelihatannya sudah cukup ramai, baik di dalam kelas maupun di luar kelas. Masih tetap sama seperti biasanya, hanya saja hari ini turun hujan. Di depan kelas, kulihat Rara sedang membaca buku biologinya. Sepertinya dia sudah menyerah meminta contekan PR padaku lagi.
“Risa!” Nindhi, teman se-SMP ku, memanggilku. Aku berani bertaruh dia memanggilku untuk mencontek PR biologi hari ini.
“Aku pinjam PR biologi dong! Kali ini...aja!” benar kan.... Dia memang sangat sering meminta contekan PR, tapi selalu tak kuberi.
“Bukannya biologi pelajaran terakhir di kelasmu?”
“Iya, tapi kan materinya banyak banget... takutnya nggak sempet kalo sambil nyari – nyari jawabannya...,”
“Kenapa nggak kamu coba dulu kerjain?”
“Lah... nggak bisa! Nggak bakalan sempet! Pinjam bukumu lah..."
“Mending kamu coba kerjain dulu sendiri,”
Nindhi menghela napas, “Kenapa sih kamu kok gitu banget?!”Kelihatannya dia mulai marah. Tapi, hei, bukannya seharusnya aku yang marah?
            “Orang berkali – kali minta tolong, nggak pernah dibantu! Maumu apa sih?!”
“Udahlah, Nin! Coba aja ngerjain dulu,” Rara mencoba menghentikan Nindhi. Namun sepertinya justru membuta Nindhi bertambah marah.
“Oh, kamu mau membela dia? Tau nggak sih, dia ini nyebelinnya udah kebangeten!” balas Nindhi sambil mendorongku. Aku mencoba mempertahankan keseimbanganku, namun aku tetap terjatuh karena lantai yang licin. Aku terjatuh ke arah Rara, dan tentu saja Rara juga ikut terjatuh.
“Apaan sih, Nin? Nggak usah pake ndorong gitu dong!” tangkas Rio yang tiba – tiba datang mendekat. Tanpa menjawab, Nindhi kembali ke kelasnya.
“Kamu nggak apa, Ra?” tanya Rio
“Yah... aku basah deh...,” jawab Rara dengan nada setengah bercanda.    “Ganti aja dulu, Ra. Mumpung bel masuk belum bunyi,” kata Rio sambil membantu Rara bangun. “Kamu juga, Ris,”
“Nggak usah,” kataku singkat. Aku bangun memeriksa pakaianku. Tidak terlalu basah, juga tidak kotor. Aku kembali berjalan dan masuk ke kelas.

***
“Nih,” kata Risa sambil menyodorkan buku biologinya padaku.
“Eh, kenapa?”
“Buku biologi yang tadi sedang kamu baca jatuh dan basah, kan? Kamu jadi harus ngerjain PR lagi,”
“Bukannya kamu nggak suka dicontekin?”
“...ambil saja,”    Aku melakukan sesuai dengan yang dimintanya. Kubuka bukunya pada halaman di mana Risa mengerjakan PR-nya. Tidak seperti hasil pekerjaanku, semua nomor terisi jawaban dengan tulisan yang rapi.
“...Rara,”
“Ya?” aku menjawab. Kusadari ini pertama kalinya Risa memanggil namaku.
“...tadi...,” dia terdiam sesaat. “... Makasih,” Risa berbalik, berjalan ke luar kelas sebelum aku sempat menjawab ucapannya.
“Eh, Rio,”
“Kenapa?” jawab Rio sambil menoleh padaku.
“Apa cuma perasaanku ya.... Tadi kayaknya Risa jadi lebih baik daripada sebelumnya...,”
“Entahlah, aku nggak liat tadi” Benar atau salah, aku cukup yakin, yang terjadi hari ini dapat membawa aku dan Risa menuju persahabatan. Bagiku, ini adalah awal persahabatanku dengan Risa. Ya, persahabatan kami baru dimulai.

***
    “Ah, ada,” gumamku sambil melongok ke dalam perpustakaan. Lagi – lagi Risa di sana, duduk di dekat jendela tengah ruang baca di perpustakaan sekolah. Aku masuk ke perpustakaan dan menghampirinya.
“Hai, Risa. Met pagi!”
" ^_^ Rara"

1 komentar:

Posting Komentar

 

Lorem

Ipsum

poem (20) last (8) imagine (4) miss u (4) tentang hujan (4) Arum Manis (2) flsh back (2) hope (2) dulu (1) duluu sekali (1)

Dolor

poem (20) last (8) imagine (4) miss u (4) tentang hujan (4) Arum Manis (2) flsh back (2) hope (2)