Welcome

Let's Imagine With Me (Chery_Moon / e.k.Rahadian)

You Can View All Of Your Life

Istana Cerpen

cerpen kompas

WOY! I love You Bro !

Sabtu, 23 Oktober 2010

ivan memasuki ruang kelasnya dengan gontai. badannya penuh keringat, ia capek sekali setelah bermain basket di lapangan. ia melepas bajunya dan duduk di bangku kelas. segelas es teh tiba2 disodorkan padanya.

"nih Bro, biar adem" suara itu sangat dikenalnya. ivan menoleh dan mendapati sahabatnya Nino berdiri di dekatnya.
"makasih No, loe emang sahabat gue yang paling baik" kata ivan kemudian langsung menenggak habis es tehnya. nino tersenyum membuat wajahnya yang imut semakin manis. ia memperhatikan ivan yg meminum es teh dg seksama. ivan berwajah tampan dan terkesan gagah karena ia seorang atlet basket. nino memperhatikan tubuh ivan yg berotot dan berkeringat, membuatnya tiba2 merasakan sesuatu yg aneh.


"ivan, loe ganteng banget" ucap nino tiba2, membuat ivan tersentak dan menoleh. nino yg gugup langsung memalingkan pandangan
"ehmm pantes aja cewek2 pd suka sama loe" ujarnya berusaha santai. ivan hanya tertawa. aduh gila, mana mungkin gue suka sama sahabat gue sendiri, lagian kita sama2 cowok. fikier Nino sambil menggelengkan kepalanya.

ivan dan Nino memang sdah bersahabat sejak kecil. karena rumah mereka berdekatan. ivan sangat baik dan gemar menolong. sementara nino pintar dan agak pendiam. Nino selalu merasa kesepian karena sejak orang tuanya bercerai ia hanya tinggal dg mamanya yg sibuk mengurus bisnis. karena itu kehadiran ivan sangat berarti buatnya. iavnlah yg sll membuatnya tertawa bahagia. ketika masuk SMP nino pindah ke Itali untuk tinggal bersama papanya yg seorang diplomat. 3 th kemudian Nino memutuskan untuk kembali ke Indonesia dan bersekolah di SMA yg sama dg Ivan. ia sangat senang bs bertemu dg Ivan sahabat yg dirindukannya. namun kemudian nino merasa aneh dg dirinya. ia semakin menyukai ivan. apalagi setelah sekian lama berpisah. namun ia berusaha menghidnari perasaan itu karena itu mustahil dan ia pun bukan homo.

"Bro, ke pantai yuk," ajak Ivan sepulang sekolah. Nino terdiam sejenak.
"tapi gue hrs les biola sore ini..."
"udah, lagian loe udah jago gini" paksa ivan, ia menarik tangan nino dan berjalan menuju motornya. nino terdiam, ia merasa malu dan merasakan bulu kuduknya berdiri. dan ia pun hanya pasrah dan nurut gitu aja.

"pegangan yg kuat, gue mau ngebut" kata ivan. nino menurut, kedua tangannya memeluk pinggang ivan. entah kenapa ia merasa senang dan nyaman. sepanjang perjalanan ke pantai nino terus memeluk ivan erat dan tersenyum senang.

Sesampainya di pantai, Ivan langsung mengajak Nino berteduh di bawah pohon kelapa. Pantai itu terlihat sepi siang itu, hanya tampak beberapa perahu nelayan di laut. Ivan memandang laut, dan terpejam saat angin menghembus di wajahnya. Sepertinya ia menikmati suasana pantai yang indah itu.

"No, loe bawa biola loe kan?" kata ivan. nino terdiam sejenak seolah menerka apa yg dikatakan ivan. namun ia tetap membuka tasnya mengambil biola yg sering ia bawa. tnpa di komando nino langsung menggesek biolanya, memainkan alunan musik sendu yg sangat pas dg suasana. ivan terpejam dan tersenyum, ia sangt menikmati permainan biola dr nino.
\
“Hmm…loe emang paling jago kalo udah maen biola,” puji Ivan setelah Nino selesai.
“Alaah, loe selalu muji, sekali-sekali kritik napa, biar gue bisa lebih baik lagi,”
ujar Nino tersipu. Ivan tersenyum.
“loe tau gak, hari ini hati gue lagi berbunga-bunga,” kata Ivan.
“gue suka ama Dinda, dan besok gue pengen nembak dia!” Ivan melanjutkan dengan semangat, sementara Nino terkejut dan hanya terdiam. Di pikirannya ia membayangkan  Dinda, teman sekelas mereka yang cantik dan ramah. Entah kenapa kepala Nino terasa panas setelah mengetahui Ivan menyukai Dinda. Dadanya sesak, seakan-akan Ivan akan meninggalkannya dan lebih memilih bersama Dinda.
“Woi, kok malah diem?” Ivan menepuk pundak Nino. Ia tersentak dan mendongakkan kepala memandang Ivan.
“oh..iya, Dinda cantik, baik lagi, pasti cocok ama loe Van,” ujar Nino gugup.

***
Sore itu Nino hanya termenung di tempat les pianonya. ia merasa campur aduk, antara cemburu, sedih, dan takut karena ternyata orang yang disayanginya menyukai orang lain. Ya, Nino sekarang sadar, bahwa ia sangat sayang pada Ivan. Ia juga tidak mengerti kenapa rasa itu ada.
“No, kamu kok melamun,” Tanya guru les nya. Nino tersadar, dan meminta maaf.
“ya udah, sekarang mainkan lagu yang udah kamu pelajari,” lanjut gurunya. Nino kemudian memainkan lagu Fight the bad feelings dari T-max Korea. Jari-jarinya mendentingkan piano dengan lembut, dan ia memang menghayati lagu tersebut. Ya, because of you Ivan, I feel no same, and all I gotta do is think of you…
                Suara tepuk tangan terdengar setelah Nino selesai memainkan pianonya. Nino terkejut.  Di depannya, sosok yang dikenalnya tersenyum penuh arti.
“Gila, kamu keren banget, jago maennya!”
“Ohh…Dinda?” Nino terbelalak.
“kamu kok ada disini?”
Dinda tersenyum.
“ini hari pertama aku les disini, dan aku seneng banget, ternyata temen les aku pianis handal seperti kamu…” Nino tersipu malu.
“hehe, kamu bisa aja, makasih ya…” Dinda memandang Nino dengan kagum.
“hmm, kamu udah pinter, rendah hati lagi, pasti banyak cewek yang klepek-klepek because of you, hehe..” puji Dinda. Termasuk aku, aku bener-bener jatuh hati ama kamu Nino, sambungnya dalam hati.

***
Nino berjalan perlahan menyusuri pantai sore itu. Hari ini ia tidak masuk sekolah, karena tidak ingin melihat orang yang disayanginya menyatakan cinta pada orang lain.
“Hmm, sepertinya ada yang salah dengan diriku”, pikir Nino, Ivan dan Dinda pasangan yang serasi. Aku gak mungkin merusak kebahagiaan mereka dengan keanehanku ini.
Ia menghampiri sebuah pohon kelapa, tempat ia melewati waktu siang bersama Ivan kemarin. Kemudian mengambil biolanya, dan memainkannya. Sambil bermain ia terus membayangkan Ivan. Tanpa terasa air matanya mengalir.
“Nino,” sebuah suara mengagetkannya. Nino menoleh kebelakang. Ada Dinda yang tersenyum melihatnya.
“maaf aku udah ganggu waktu kamu. Tapi aku harus mengatakan ini. Aku udah gak kuat buat menahan perasaanku…” ujar Dinda. Nino terdiam, berusaha mencerna kata-kata Dinda.
“Aku suka kamu No, sejak pertama kamu pindah ke sekolah kita…” Nino terbelalak. Ia tidak percaya apa yang baru saja didengarnya. Namun belum sempat ia berkata Dinda langsung memeluknya.
“Please, aku suka banget ama kamu No, aku seneng banget akhirnya bisa bilang ini…” Nino terdiam, tak bisa berkata apa-apa, sementara Dinda tetap memeluknya.
“Dinda, aku…” Nino tidak melanjutkan kata-katanya karena terkejut. Ivan telah berdiri di depannya, menyaksikan mereka berpelukan. Nino melepaskan pelukannya, Dinda pun terkejut, ia menoleh pada Ivan, yang kelihatan muram.
“Jadi ini alasan kamu nolak aku tadi?” cerca Ivan penuh emosi.
“kenapa kamu gak bilang?” Ivan berbalik, sepertinya ia tidak tahan untuk beranjak pergi, tampak kemarahan terpancar di wajahnya.
“Tunggu Van! Aku bisa jelasin…” Nino berlari mendekati Ivan, dan memegang tangannya.
“Udah, lepasin!” teriak Ivan menepis tangan Nino, dan melemparkan tonjokan di mukanya. Nino terjatuh ke pasir.
“Nino!” teriak Dinda dan berlari menuju Nino. Hidungnya berdarah, dan ia tampak kesakitan. Dinda merangkul Nino, dan tiba-tiba Nino pingsan.
“Nino, bangun No!” Dinda menggoyang-goyangkan tubuh Nino. Ivan terkejut melihatnya, dan mendekati Nino.
“Dia kenapa?” Tanya Ivan.
“Apa yang kamu lakukan!” isak Dinda.
“Emang kamu gak tau kalo Nino jantungnya lemah, ditambah lagi, kanker otaknya udah parah!”
Ivan terkejut.
“Hah? Beneran? Tau dari mana kamu?”
“Jangan banyak tanya! Buruan bawa dia ke rumah sakit!”

***
Ternyata Nino mengidap kanker otak  yang akut. Ia tidak masuk sekolah selama lima hari, karena harus melakukan pengobatan di Jakarta. Selama Nino tidak masuk, Ivan selalu gelisah. Ia terus memikirkan Nino dan merasa sangat bersalah.
Malam itu, Ivan sedang duduk di teras rumahnya. Ia memandangi langit dan terus memikirkan sahabatnya Nino. ”Tuhan, berikan Nino kesembuhan, aku gak mau sahabat aku kenapa-kenapa,” doanya dalam hati.
“Bintangnya banyak ya malem ini,” sebuah suara mengagetkannya. Ivan tercengang. Sosok yang dirindukannya telah berdiri di depannya.
“Ninooo!” seru  Ivan dan berlari memeluk sahabatnya. Nino tersenyum.
“maafin gue No, gue bener-bener nyesel” kata Ivan lirih. Nino menepuk pundak sahabatnya.
“udah, gak pa-pa, loe gak salah kok.”
Mereka lalu mengobrol layaknya orang yang sudah lama tidak bertemu. Awalnya suasananya kaku, tapi dapat tercairkan setelah mereka mengobrol lama.
“Emm, sebenernya aku mau ngomong sesuatu…” ucap Nino pelan. Ivan sepertinya tidak mendengar, dan memotong,
“oh ya, gue jadi inget, gue belum ngerjain PR matematika! Besok di kumpulin nih! Bantuin dong!” Ivan menarik tangan Nino memasuki rumahnya.
“loe nginep sini aja ya,” pinta Ivan setelah mereka selesai mengerjakan PR.
“papa mama gue lagi ke Makassar, besok baru pulang. Di rumah gak ada orang. Mau ya??” Nino terdiam, kemudian mengangguk. Perasaannya campur aduk. Ia tak tau harus berkata apa. 
Sebentar saja Ivan sudah tertidur pulas, sepertinya ia kelelahan. Sementara itu Nino yang tidur di sebelahnya, tidak bisa memejamkan mata. Dadanya berdegup kencang, ingin sekali ia menyentuh Ivan, namun ditepisnya keinginan itu.
Tiba-tiba Ivan terbangun. Refleks Nino memejamkan mata, berpura-pura tidur. Beberapa saat kemudian, ia merasakan ada yang mendekatinya. Dan mencium bibirnya.
“Ivan!” Nino benar-benar terkejut.
“loe..ngapain?”  Ivan tidak menjawab, raut mukanya serius sekali.
“gue juga gak tau kenapa,” ucapnya.
“tiba-tiba gue pengen ngelakuin ini. Dan gue bener-bener pengen ngelanjutin…”
Ivan kembali mendekatkan wajahnya ke wajah Nino.
“Ivan, kamu…” Nino mencoba mengelak, namun tak bisa. Kedua tangannya di cengkeram kuat oleh Ivan. Dan bibirnya kembali di cium Ivan. Nino terpejam. Ia merasa takut, namun sangat bahagia. Perlahan ia membalas ciuman Ivan. Dan ia tidak merasa takut lagi. Ya, iya telah yakin bahwa ia mencintai Ivan, dan tidak ada yang bisa melarangnya untuk mencurahkan segenap perasaannya malam itu.
Jam menunjukkan pukul empat pagi. Nino terbangun, dan mendapati Ivan tertidur di pelukannya. Ia melepaskan pelukan Ivan perlahan, dan memasang celana dan bajunya. Kembali ia melihat wajah Ivan yang tertidur lelap. Nino tersenyum, dan kembali mengingat apa yang terjadi tadi malam. Ia merasa malam tadi adalah malam yang paling indah dalam hidupnya.
Nino membuka pintu rumah Ivan perlahan. Di depan rumah, sebuah mobil sedan hitam sudah menanti. Supirnya tersenyum melihat Nino.
“Tuan Muda, ayo berangkat. Nyonya sudah berpesan bahwa pesawat Tuan take off pagi ini.” Nino mengangguk, dan masuk ke mobil. Dari jendela mobil ia memperhatikan rumah Ivan. Sahabatku, cintaku, selamat tinggal ya. Aku harus menjalani pengobatan di Italia, dan aku akan kembali tinggal bersama papaku. Mungkin beberapa tahun lagi kita bisa bertemu. Take care, and I Love U so much, Bro…

***
Dinda memperhatikan mobil hitam yang lewat melalui jendela kamarnya. Ia terdiam, wajahnya muram. Kembali ia menatap biola yang di pegangnya. Ada secarik kertas disitu, yang bertuliskan:
‘Dinda, Tolong jagain sahabatku ya. Kalo dia sedih, hibur aja pake biola ini. Love, Nino.’

2 komentar:

Chonk si'tutupbotol mengatakan...

Ending'na kurang jelas? ga da pnjlsn knp c ivan cium nino? Tp crita bgus sh

Rahadian E. Kusuma mengatakan...

y d jelazn ndri j..
Ivan sayank m nin0
wkwkk
mah0 :D

Posting Komentar

 

Lorem

Ipsum

poem (20) last (8) imagine (4) miss u (4) tentang hujan (4) Arum Manis (2) flsh back (2) hope (2) dulu (1) duluu sekali (1)

Dolor

poem (20) last (8) imagine (4) miss u (4) tentang hujan (4) Arum Manis (2) flsh back (2) hope (2)